Selasa, 03 Juli 2012

TATA CARA PELAYANAN


Konsultasi Perpajakan Melalui Tatap Muka

1. Wajib Pajak/Calon Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan untuk berkonsultasi di bidang Perpajakan.
2. Pelaksana Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan menerima kedatangan Wajib Pajak/Calon Wajib Pajak yang ingin berkonsultasi di bidang Perpajakan, mengisi Buku Tamu, mengantarkannya ke Kelompok Pejabat Fungsional.
3. Kelompok Jabatan Fungsional menerima kedatangan Wajib Pajak/Calon Wajib Pajak, mengadakan konsultasi langsung dengan Wajib Pajak/Calon Wajib Pajak, mencatat identitas, konsultasi yang diberikan serta mencatat ke dalam Buku Pelayanan Konsultasi Perpajakan.
4. Proses selesai.

KRING PAJAK
 Perubahan adalah sebuah kepastian. Tidak ada yang tetap di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. setiap individu, organisasi, maupun perusahaan harus berubah mengikuti perkembangan zaman jika ingin tetap bertahan. Apa yang ada di benak anda ketika berpikir tentang institusi pemerintahan di negeri ini? Pasti banyak dari kita yang membayangkan tentang birokrasi yang bobrok dengan segenap permasalahan inefisiensi kinerja khas Pegawai Negeri Sipil dan tumpukan kasus korupsi yang melanda. Memang bayangan anda tidak salah, itulah potret birokrasi warisan penjajahan di negeri kaya ini. Tetapi marilah kita tengok lagi upaya perbaikan yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Ditengah carut marut nya kondisi institusi pemerintahan Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak menjadi pioneer dalam hal reformasi birokrasi di negeri ini.
Salah satu produk yang dihasilkan Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat adalah Kring Pajak, yaitu contact center yang memungkinkan setiap masyarakat untuk bertanya segala hal tentang pajak, atau bahkan melaporkan pengaduan seputar penyimpangan pelaksanaan pelayanan perpajakan yang diterima masyarakat. Caranya pun cukup mudah, masyarakat bisa menelepon ke 500200 dengan kode regional masing-masing seperti DKI Jakarta dengan kode (021) atau daerah Bandung dengan kode (022) dan yang lainnya, dengan tarif pulsa lokal.
Apa yang menarik dari Kring Pajak ini? Layanan yang diberikan Kring Pajak tidak seperti layanan yang diberikan oleh call center lain di negeri ini yang terbatas pada informasi umum yang biasanya berhubungan dengan data pribadi dari penelepon. Misalnya call center perbankan mungkin akan melayani nasabahnya seputar kartu ATM yang nyangkut, dana yang ditransfer belum diterima, atau tagihan kartu kredit yang tidak sesuai penggunaannya. Atau mungkin kita juga pernah menelepon call center penyedia jasa telekomunikasi dan kita melaporkan pengisian pulsa yang belum berhasil atau pencurian pulsa, Kring Pajak akan melayani anda lebih dari itu. Anda dapat bertanya apa saja tentang pajak, berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Anda pun bebas bertanya mulai dari SPT Tahunan anda, seputar tagihan PBB, cara penghitungan pajak berdasarkan profesi, sampai ke peraturan perpajakan mulai A sampai Z. jangan khawatir pertanyaan anda tidak bisa dijawab, karena jika agent Kring Pajak tidak bisa menjawab pertanyaan, maka akan dieskalasi ke team leader yang siap membantu agent, jika memang ternyata permasalahannya lebih rumit dari itu, anda cukup menunggu di telepon balik oleh Kring Pajak begitu mereka selesai berkonsultasi dengan pihak yang lebih kompeten menjawab permasalahan.
       Layanan dalam bentuk pengaduannya pun kelas bintang lima, anda tidak perlu khawatir terhadap laporan anda karena kerahasiaan dari penelepon akan dijamin. Silahkan berbicara jika ada pelanggaran kode etik, peraturan perpajakan, pidana yang dilakukan pegawai pajak. Bahkan pengaduan mengenai pelayanan yang kurang memuaskan atau sarana kantor yang kurang memadai pun akan dilayani. Pernah ada komplain dari masyarakat terhadap staff dari salah satu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang tidak tersenyum ketika melayani masyarakat, atau ada lagi pengaduan tentang lantai yang kurang bersih di KPP akibat musim hujan yang menimbulkan becek. Hal ini tetap dilayani dan ditindaklanjuti demi terciptanya customer satisfaction, yaitu masyarakat yang puas akan layanan dari Direktorat Jenderal Pajak.
         Kring Pajak mempunyai teknologi di bidang contact center yang relatif sama dengan contact center lainnya. Tetapi mereka mempunyai keunggulan di bidang sumber daya manusia. Dikala kebanyakan contact center memakai tenaga outsorcing dalam menjalankan fungsi pelayanan contact centernya, kring pajak memakai tenaga expertyang merupakan pegawai berpengalaman di bidang perpajakan. Pada prinsipnya, bagaimana bisa orang menanyakan hal ihwal informasi perpajakan kepada orang yang tidak mengerti permasalahannya. Itu yang menjadi keunikan sekaligus keunggulan Kring Pajak dibanding contact center lainnya. Jangankan tenagaoutsourcing, pegawai yang sudah lama pun kalau tidak expert tidak mungkin dapat menjawab berbagai pertanyaan seputar perpajakan yang sangat luas cakupannya. Anda juga tidak mau kan jika dilayani oleh orang yang tidak kompeten?
Pelayanan Kring Pajak pada dasarnya ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia yang membutuhkan informasi perpajakan secara cepat. Mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa yang sedang menulis skripsi, sampai konsultan pajak yang ingin mengecek peraturan pajak terbaru. Seiring waktu berjalan, segmentasi pun dilakukan dengan kecenderungan penelepon yang masuk adalah wajib pajak orang pribadi usaha sendiri dan wajib pajak karyawan. Dua jenis wajib pajak inilah yang paling banyak membutuhkan informasi perpajakan dari Kring Pajak. Sementara Wajib Pajak Badan sebagian besar sudah mempunyai bagian pajak sendiri di unit bisnisnya atau mempunyai konsultan pajak masing-masing.
Menjadi pioneer di bidang contact center bagi sektor pemerintahan menjadi prestasi dan tantangan sekaligus bagi Kring Pajak. Kring Pajak menjadi barometer bagi Instansi Pemerintahan lainnya yang ingin membuat hal serupa. Tetapi hal ini tidak membuat Kring Pajak berdiam diri dan tidak melakukan inovasi. Usaha benchmark pun dijalani dengan melakukan kunjungan ke contact center lain dari perusahaan terkemuka di Indonesia. Tercatat dalam waktu yang singkat setelah berdirinya Kring Pajak pada tanggal 8 Januari 2008, mereka sudah melakukan benchmark dengan Halo BCA (Bank Central Asia), Call Center BRI, dan Indosat Call Center. berbagai pelatihan selalu diberikan baik pelatihan di bidang call center maupun in house training dalam memperkaya pengetahuan perpajakan yang rutin dilakukan setiap minggu. Hasilnya, Kring Pajak berhasil memborong 7 (tujuh) penghargaan di ajang The Best Contact Center Indonesia 2011 yang diadakan oleh Indonesia Contact Center Association (ICCA) pada tanggal 1 Juni 2011. Penghargaan yang diraih adalah Platinum (penghargaan tertinggi) sebagai The Best Quality Assurance, 3 Gold untuk Best Back Office Operation, Best Inbound Agent, Best Telemarketer, 2 Silver untuk Best Agent dan Best Quality Assurance serta satu Bronze untuk Best Supervisor. Penghargaan ini menempatkan Kring Pajak sebagai contact center terbanyak meraih penghargaan kedua setelah Halo BCA yang menggondol 12 Penghargaan.

Unik dan Terbaik
        Walaupun terlahir dari instansi pemerintah, Kring Pajak telah berhasil keluar dari pakem yang dicirikan masyarakat terhadap kinerja buruk khas pegawai negeri. Jika kita melihat kedalam apa yang telah mereka lakukan, terdapat service quality management yang telah diaplikasikan selama ini. dengan model service qualitykita bisa mengidentifikasi 5 penentu dari kualitas pelayanan dari Kring Pajak. Faktor keandalan (reliability) dapat terlihat dari upaya mereka menyediakan pelayanan jasa konsultasi perpajakan secara mudah dan murah, cukup menelepon dengan biaya pulsa lokal, masyarakat akan mendapatkan layanan prima dari pegawai expert dari Ditjen Pajak. Mereka adalah tenaga terlatih yang telah mendapatkan pengetahuan perpajakan yang update dan mumpuni. Para agen juga mempunyai kemauan untuk membantu menyelesaikan permasalahan perpajakan dari Wajib Pajak. Respon yang baik juga diberikan ketika ada permasalahan yang sulit untuk dijawab oleh agen, maka agen akan mengeskalasi pertanyaan tersebut ke Team Leader, jika tidak bisa diselesaikan juga, maka agen akan menelepon kembali Wajib Pajak dalam rentang waktu yang dijanjikan ketika permasalahan sudah dapat dijawab (responsiveness).
Apa yang membuat masyarakat dari hari ke hari makin banyak yang menelepon ke Kring Pajak? Jawabannya pasti karena jaminan yang diberikan Agent Kring Pajak mengenai knowledge yang mereka punya (assurance). Agent dapat dengan percaya diri menjawab pertanyaan dari masyarakat karena mereka mempunyai sumber onformasi langsung dari pembuat peraturan perpajakan, yakni Ditjen Pajak itu sendiri. Sumber hukumnya jelas, kepastian pun akan didapat.
Sikap empathy menjadi hal yang penting ketika kita ingin berbicara tentang pemasaran jasa. Faktor ini adalah salah satu faktor terpenting dalam membangun customer satisfaction. Lakukan dengan Hati, maka sikap tulus itu akan terpancar keluar dari kata-kata yang anda keluarkan. Hal ini selalu ditekankan kepada agen Kring Pajak. Mengetahui bahwa melayani masyarakat dengan media telepon adalah hal yang tidak mudah dan mempunyai tingkat stress yang tinggi, Kring Pajak selalu mengajarkan kepada setiap agennya untuk berbicara ramah, senyum kepada setiap Wajib Pajak. Walaupun senyuman itu tidak nampak, tetapi suara yang dikeluarkan tentu akan berbeda dibanding kita berkata-kata dengan datar dan tanpa senyuman ramah. Jika ada agen yang merasamood nya sudah tidak nyaman lagi ketika on-call, disarankan untuk rehat sejenak, di ruangan hiburan yang telah disediakan sebagai fasilitas bagi agen. Intinya adalah, bagaimana agen diajak untuk membuat masyarakat yang menelepon Kring Pajak merasa sebagai orang yang penting bagi Ditjen Pajak tanpa harus membedakan pertanyaan yang diajukan.
       Jika kita membayangkan tentang penampakan fisik yang nyata (tangible) sebuah gedung instansi pemerintahan, sebagian dari kita mungkin telah terbentuk model di otak tentang sebuah gedung sekolah tua khas “Laskar Pelangi” yang hampir rubuh karena tidak ada perawatan. Datanglah ke Kring Pajak, salah satu unit di Kantor Pusat Ditjen Pajak ini mempunyai peralatan modern yang tidak kalah dibanding call center lainnya di Indonesia. Memang tidak semewah gedung milik “Google” atau kantor super mewah “IBM”. Tetapi didalam gedung tersebut sudah mempunyai ruang online dengan peralatan IVR yang canggih, ruang diskusi, ruang istirahat agen yang sudah dilengkapi dengan home theatre, gitar, dan beberapa alat olahraga untuk menghilangkan kepenatan. Ruang ibadah, ruang menyusui, dan ruang makan menghadap ke taman sangat nyaman bagi para agen untuk berkumpul dan berdiskusi sambil menikmati hidangan makan siang bersama.
        Beberapa kajian menunjukkan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang jasa dinilai memiliki manajemen yang baik ketika sudah menjalankan Best Practices of Service Quality Management. Apakah Kring Pajak sudah mempunyai strategic concept yang jelas? Saya rasa sudah. Tujuan dibentuknya adalah melayani masyarakat dengan mendekatkan jarak yang terbentang selama ini. hal ini cukup sukses, dengan semakin banyaknya masyarakat pengguna layanan ini, menunjukkan masyarakat sudah percaya, dan merasa membutuhkan Kring Pajak. Satisfaction pun terbentuk.
Manajemen tingkat atas juga sangat mendukung upaya yang dilakukan Kring Pajak dalam mengembangkan layanan unggulan berbasis teknologi informasi ini. Menteri Keuangan RI dan Direktur Jenderal Pajak mempunyai perhatian khusus dalam hal pengembangan unit call center ini. Benchmark pun dilakukan dengan Call Center Pajak Negara Jepang. Lembaga Donor seperti JICA (Jepang), KOICA (Korea Selatan) dan World Bank pun dilibatkan dalam pengembangan Kring Pajak.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pegawai, Kring Pajak menyaring pegawai yang akan dijadikan pegawainya. Lulusan fresh graduate terbaik dari STAN dan pegawai yang telah berpengalaman dan mempunyai pengetahuan perpajakan yang baik menjadi prioritas dari kualifikasi yang dibutuhkan dalam rangka menyediakan High Service Quality Standard.
           Sistem pengawasan dilakukan dengan membentuk Quality Assurance yang bertugas mengawasi record agen apakah dalam menjawab pertanyaan sudah sesuai dengan standar operasi prosedur. Rekaman dari kegiatan online agen akan diputar secar berkala untuk memperbaiki jika ada kekurangan dalam penyelenggaraan pelayanan. Pengawasan juga dilakukan dengan melakukan ghost shopper. Ada tim yang ditugaskan menelepon ke Kring Pajak dan berpura-pura sebagai Wajib Pajak. Bisa jadi yang ditanyakan adalah sesuatu hal yang sulit atau hanya untuk menguji kesabaran dari agen yang ditelepon.
     Pelayanan yang diberikan Kring Pajak selain memberikan informasi adalah menerima pengaduan/complaint dari Wajib Pajak. Setiap complaint yang diatasi dengan baik adalah sebuah benefit bagi perusahaan. Ketika masyarakat puas dengan penanganan complaint, maka akan tumbuh kepercayaan. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk menyampaikan segala bentuk pengaduan atas ketidakpuasan Wajib Pajak.
            Faktor terakhir dari Best Practices of Service Quality Management yang tidak kalah penting adalah bagaimana sebuah perusahaan harus bisa memuaskan para pekerjanya sama baiknya seperti memuaskan pelanggan. Kita sudah sering mendengar bagaimana suasana kerja yang sangat menyenangkan bagi karyawan yang bekerja di Google. Kantor Google adalah sebuah tempat yang sangat nyaman bagi seluruh karyawannya. Desain interior dibuat seperti taman bermain yang meninggalkan kesan formal. Sebenarnya upaya Kring Pajak pun sudah mengarah kesana. Memang tidak bisa bandingkan secara apple to apple dengan perusahaan korporasi yang salah satu terbesar di dunia. Tetapi dalam rangka menyenangkan karyawan tidak hanya menyamankan tempat kerja bukan? Ada beberapa hal krusial yang perlu menjadi concern dari Kring Pajak kedepan. Mengetahui bahwa tingkat stress yang tinggi ketika bekerja sebagai agen call center, di perusahaan lain para agent biasanya di akan diganti ketika sudah bertugas selama dua tahun. Sistem ini belum dijalankan di Kring Pajak. Memang tidak mudah mencari agen yang expert dalam bidang perpajakan. Tetapi mempertahankan agen terlalu lama tanpa adanya penyegaran pekerjaan juga bukan hal yang baik bagi kinerja agent dalam jangka panjang. Ditambah lagi Kring Pajak juga belum bisa menerapkan career path yang jelas bagi para agennya. Jenjang karir masih mengikuti pola PNS yang berlaku di Ditjen Pajak, sehingga agen tidak akan merasa termotivasi lebih, toh bekerja sebaik apapun tidak akan di promosi sebagai manajer disana. Kendala yang lain pun masih berhubungan dengan keterbatasan mereka sebagai PNS yaitu penggajian yang harus mengikuti standar yang berlaku. Tidak ada rewardkhusus bagi para agen jika dibandingkan bekerja di unit lain yang mungkin tingkat stressnya tidak terlalu tinggi. Kerja keras atau santai, gaji akan relatif sama saja.
           Jika kita menilai, memang penerapan Best Practice of Service Quality Management yang diterapkan Kring Pajak belum sempurna, tetapi penilaian secara global, unit pelayanan di Ditjen Pajak ini sudah mempunyai upaya yang baik mengarah kesana. Ibarat sebuah oase di padang pasir bagi instansi pemerintahan, Kring Pajak menjadi contoh yang baik bagi penerapan reformasi birokrasi. Jika diurus dengan baik, sebuah instansi pemerintahan pun bisa bersaing dengan perusahaan level atas negeri ini. (Sumber 
http://ahmadfauzzi.blogspot.com/ )

LEGALISASI PRODUK HUKUM

Penyelesaian Permohonan Kelebihan Pembayaran PBB

Legalisasi produk hukum Penyelesaian Permohonan Kelebihan Pembayaran PBB
1. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB ke Kantor Pelayanan Pajak melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya. Dalam hal berkas permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal berkas permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak BPS dan LPAD. BPS diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan berkas permohonan atas pengembalian kelebihan pembayaran PBB, dan kemudian diteruskan ke Seksi Pemeriksaan untuk diproses dengan SOP Tata Cara Pemeriksaan.
3. Proses pemeriksaan menghasilkan Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nothit PBB.
4. Kepala Seksi Pelayanan menerima Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Penghitungan PBB, kemudian menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak produk hukum berupa:
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
(SKKP PBB), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari
yang seharusnya terutang.
Surat Pemberitahuan (SPb), apabila jumlah PBB yang dibayar sama
dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang.
Surat Ketetapan Pajak (SKP), apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata
kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
5. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep produk hukum dan menympaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
6. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf produk hukum, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
7. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani produk hukum.
8. Produk hukum ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Panatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan disampaikan kepada pihakpihak terkait (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
9. Kelebihan pembayaran pajak/SKKP PBB, kemudian diproses di Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
10. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi menugaskan dan memberikan disposisi kepada Account Representative untuk memproses pengembalian kelebihan pembayaran PBB.
11. Account Representative meminta informasi tunggakan pajak ke Seksi Penagihan. Dalam hal Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar juga di Kantor Pelayanan Pajak lain, Account Representative meminta informasi tunggakan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak lokasi Wajib Pajak terdaftar dengan membuat juga surat pengantar untuk kemudian diparaf oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
12. Penyelesaian surat konfirmasi tunggakan pajak di Seksi Penagihan atau Kantor Pelayanan Pajak terkait diproses dengan SOP Tata Cara Menjawab Konfirmasi Data Tunggakan Wajib Pajak.
13. Seksi Penagihan atau Kantor Pelayanan Pajak terkait meneruskan jawaban konfirmasi tunggakan pajak kepada Account Representative.
14. Account Representative kemudian meneliti surat jawaban dan data tunggakan pajak yang diterima baik dari Seksi Penagihan atau dari Kantor Pelayanan Pajak lain. Apabila terdapat tunggakan pajak, proses dilanjutkan dengan pemindahbukuan (SOP Tata Cara Pemindahbukuan (Pbk)).
15. Apabila masih terdapat kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, proses dilanjutkan dengan membuat uraian penelitian serta melengkapi data, mencetak, dan memaraf Nothit SPMKP PBB, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
16. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menandatangani uraian penelitian serta memaraf Nothit SPMKP PBB, kemudian menyerahkan konsep tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi tidak menyetujui konsep uraian penelitian dan nothit, maka Account Representative
harus memperbaiki konsep tersebut.
17. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani uraian penelitian serta memaraf Nothit SPMKP PBB. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menyetujui konsep uraian penelitian dan nothit, Account Representative memperbaiki konsep tersebut.
18. Kepala Seksi Pelayanan menerima uraian penelitian dan Nothit SPMKP PBB, kemudian menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak konsep SPMKP PBB.
19. SPMKP PBB dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut :
Lembar ke‐1 dan lembar ke‐2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) mitra kerja KP PBB/KPP Pratama yang menerbitkan SPMKP PBB. Lembar ke‐3 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan. Lembar ke‐4 untuk KPP PBB/KPP Pratama yang menerbitkan SPMKP PBB.
20. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep SPMKP PBB dan meneruskannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
21. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf konsep SPMKP PBB, kemudian meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala Seksi Pelayanan tidak menyetujui konsep SPMKP PBB tersebut, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaiki konsep SPMKP PBB.
22. Kepala Kantor Pelayanan menyetujui dan menandatangani SPMKP PBB. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menyetujui SPMKP PBB tersebut, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaiki konsep SPMKP PBB.
23. SPMKP PBB ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan disampaikan kepada pihak-pihak terkait melalui Subagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP). Penyampaian SPMKP PBB kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara dilakukan langsung oleh Seksi Pelayanan.
24. Proses selesai.

Penyelesaian Permohonan Kompensasi (Pemindahbukuan) PBB/BPHTB

Legalisasi produk hukum penyelesaian Permohonan Kompensasi (Pemindahbukuan) PBB/BPHTB
1. Wajib Pajak mengajukan permohonan kompensasi (pemindahbukuan) PBB/BPHTB ke Kantor Pelayanan Pajak melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima Formulir Pendaftaran dan Perubahan Data Wajib Pajak kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya. Dalam hal berkas pendaftaran belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal berkas pendaftaran sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak BPS dan LPAD. BPS diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan berkas permohonan kemudian diteruskan kepada Petugas Petugas Tempat Pelayanan Terpadu. Petugas Petugas Tempat Pelayanan Terpadu merekam berkas pendaftaran Wajib Pajak dan meneruskan kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
3. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi menugaskan Account Representative untuk melakukan penelitian dan membuat Nothit.
4. Account Representative meneliti permohonan kompensasi PBB/BPHTB serta membuat dan menandatangani laporan penelitian dan memaraf Nothit (Hasil Penghitungan), kemudian menyampaikan Nothit (Hasil Penghitungan) kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
5. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menandatangani uraian penelitian, memaraf Nothit (Hasil Penghitungan), kemudian menyampaikan Uraian Penelitian dan Nothit kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala Seksi tidak menyetujui Uraian Penelitian dan Nothit, Account Representative memperbaiki Uraian Penelitian dan Nothit tersebut.
6. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani Uraian Penelitian, memaraf Nothit (Hasil Penghitungan), kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menyetujui Uraian Penelitian dan Nothit, Account Representative harus memperbaiki Uraian Penelitian dan Nothit tersebut.
7. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi menugaskan Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk merekam Nothit (Hasil Penghitungan).
8. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi merekam Nothit (Hasil
Penghitungan) dan meneruskan Nothit (Hasil Penghitungan) kepada Kepala Seksi Pelayanan.
9. Kepala Seksi Pelayanan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak konsep Surat Keputusan Kompensasi Hutang PBB/BPHTB.
10. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep Surat Keputusan Kompensasi Hutang PBB/BPHTB, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Pelayanan.
11. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf konsep Surat Keputusan Kompensasi Hutang PBB/BPHTB, kemudian menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala Seksi Pelayanan tidak menyetujui konsep produk hukum, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaiki konsep produk hukum tersebut.
12. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani konsep Surat Keputusan Kompensasi Hutang PBB/BPHTB tersebut. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menyetujui konsep Surat Keputusan Kompensasi Hutang PBB/BPHTB, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaiki konsep produk hukum tersebut.
13. Surat Keputusan Kompensasi Hutang PBB/BPHTB ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen) dan disampaikan kepada Wajib Pajak melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
14. Proses selesai.

Pendaftaran Objek Pajak Baru Dengan Penelitian Kantor

Legalisasi produk hukum Pendaftaran Objek Pajak Baru Dengan Penelitian Kantor
1. Wajib Pajak mengajukan permohonan Pendaftaran Objek Pajak baru ke Kantor Pelayanan Pajak melalui Petugas TPT.
2. Petugas TPT menerima permohonan Pendaftaran Objek Pajak Baru kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya. Dalam hal berkas permohonan pendaftaran belum lengkap, berkas permohonan pendaftaran dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk dilengkapi. Dalam hal berkas permohonan pendaftaran sudah lengkap, Petugas TPT akan mencetak Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD). BPS akan diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD akan digabungkan dengan berkas permohonan pendaftaran, dan kemudian diteruskan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi.
3. Kepala Seksi Ekstensifikasi meneruskan berkas permohonan pendaftaran kepada Pejabat Fungsional Penilai untuk melakukan penelitian kantor.
4. Pejabat Fungsional Penilai menerima berkas permohonan pendaftaran, melakukan penelitian kantor, dan membuat konsep Berita Acara Penelitian Kantor, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi beserta berkas permohonan pendaftaran.
5. Kepala Seksi Ekstensifikasi mempelajari dan memaraf konsep Berita Acara Penelitian Kantor, kemudian menyampaikan kepada Kepala Kantor. Dalam hal Kepala Seksi Ekstensifikasi tidak menyetujui konsep Berita Acara Penelitian Kantor, Pejabat Fungsional Penilai harus memperbaiki konsep Berita Acara Penelitian Kantor tersebut.
6. Kepala Kantor mereview, menetapkan dan menandatangani Berita Acara Penelitian Kantor, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi untuk dilakukan pemutakhiran data grafis. Dalam hal Kepala Kantor tidak menyetujui konsep Berita Acara Penelitian Kantor, Pejabat Fungsional Penilai harus memperbaiki konsep Berita Acara Penelitian Kantor tersebut.
7. Kepala Seksi Ekstensifikasi menerima Berita Acara Penelitian Kantor dan menugaskan Pelaksana Seksi Ekstensifikasi untuk melakukan pemutakhiran data grafis dan proses penatausahaan berkas selanjutnya.
8. Pelaksana Seksi Ekstensifikasi melakukan pemutakhiran data grafis, kemudian meneruskan berkas permohonan pendaftaran kepada Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk dilakukan perekaman data.
9. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi menerima berkas permohonan pendaftaran dan menugaskan Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi untuk melakukan proses pembentukan basis data dan penatausahaan berkas selanjutnya.
10. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi melakukan perekaman SPOP/LSPOP, mencetak Daftar Hasil Rekaman (DHR), melakukan pencocokan antara SPOP/LSPOP dan DHR, dan men‐generate produk keluaran (spooling SPPT, DHKP dan STTS) serta meneruskan berkas permohonan pendaftaran kepada Kepala Seksi Pelayanan untuk dicetak.
11. Kepala Seksi Pelayanan menerima berkas permohonan pendaftaran dan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak konsep produk hukum.
12. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep produk hukum, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Pelayanan.
13. Kepala Seksi Pelayanan meneliti, menyetujui dan memaraf konsep produk hukum, kemudian menyampaikan kepada Kepala Kantor. Dalam hal Kepala Seksi Pelayanan tidak menyetujui konsep produk hukum, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaiki konsep produk hukum tersebut.
14. Kepala Kantor mereview, menetapkan, dan menandatangani produk hukum, kemudian mengembalikan kepada Kepala Seksi Pelayanan. Dalam hal Kepala Kantor tidak menyetujui konsep produk hukum, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaiki konsep produk hukum tersebut.
15. Proses dilanjutkan ke SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen dan SOP tentang Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
16. Proses selesai.

Penyelesaian Permohonan Kelebihan Pembayaran BPHTB

1. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian pembayaran BPHTB ke Kantor Pelayanan Pajak.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima permohonan pengembalian pembayaran BPHTB kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya. Dalam hal berkas permohonan pengembalian pembayaran BPHTB belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk
melengkapinya. Dalam hal berkas permohonan pengembalian pembayaran BPHTB sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak BPS dan LPAD. BPS diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan berkas permohonan pengembalian pembayaran BPHTB, kemudian diteruskan ke Seksi Pemeriksaan.
3. Proses pemeriksaan menghasilkan LPP dan Nothit BPHTB.
4. Kepala Seksi Pelayanan menerima Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nothit BPHTB, kemudian menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak produk hukum berupa:
5. SKBLB apabila terdapat kelebihan pembayaran BPHTB
6. SKBN apabila kelebihan pembayaran pajak sama dengan BPHTB terutang.
7. SKBKB apabila terdapat utang BPHTB.
8. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep produk hukum dan menympaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
9. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf produk hukum, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
10. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani produk hukum.
11. Produk hukum ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Panatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan disampaikan kepada pihakpihak terkait (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
12. Kelebihan pembayaran pajak/SKBLB, kemudian diproses di Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
13. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi menugaskan dan memberikan disposisi kepada Account Representative untuk memproses pengembalian pembayaran BPHTB.
14. Account Representative meminta informasi tunggakan pajak ke Seksi Penagihan. Dalam hal Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar juga di Kantor Pelayanan Pajak lain, Account Representative meminta informasi tunggakan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak lokasi Wajib Pajak terdaftar dengan membuat juga surat pengantar untuk kemudian diparaf oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan ditandatangani Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
15. Penyelesaian surat konfirmasi tunggakan pajak di Seksi Penagihan atau Kantor Pelayanan Pajak terkait diproses dengan SOP Tata Cara Menjawab Konfirmasi Data Tunggakan Wajib Pajak.
16. Seksi Penagihan atau Kantor Pelayanan Pajak terkait meneruskan jawaban konfirmasi tunggakan pajak kepada Account Representative.
17. Account Representative kemudian meneliti surat jawaban dan data tunggakan pajak yang diterima baik dari Seksi Penagihan atau dari Kantor Pelayanan Pajak lain. Apabila terdapat tunggakan pajak, proses dilanjutkan dengan pemindahbukuan (SOP Tata Cara Pemindahbukuan (Pbk)).                                                                   
18. Apabila masih terdapat kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa, proses dilanjutkan dengan membuat uraian penelitian, melengkapi data, serta mencetak, dan memaraf Nothit SKPKPB, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
19. Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti dan menandatangani uraian penelitian, memaraf Nothit SKPKPB, kemudian menyerahkan konsep tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. Dalam hal Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi tidak menyetujui uraian penelitian dan nohit tersebut, maka Account Representative harus memperbaikinya.
20. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani uraian penelitian, memaraf Nothit SKPKPB, kemudian menugaskan kepada Kepala Seksi Pelayanan untuk menerbitkan produk hukum. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menyetujui uraian penelitian dan nothit, Account Representative harus memperbaikinya.
21. Kepala Seksi Pelayanan menerima uraian penelitian dan Nothit SKPKPB, kemudian menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak produk hukum berupa konsep SKPKPB dan SPMK BPHTB.
22. SPMK BPHTB dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut :
Lembar ke‐1 dan lembar ke‐2 untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) mitra kerja KPP Pratama yang menerbitkan SPMK BPHTB.
Lembar ke‐3 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan.
Lembar ke‐4 untuk KPP Pratama yang menerbitkan SPMK BPHTB.
23. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep SKPKPB dan SPMK BPHTB, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan
24. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf konsep SKPKPB dan SPMK BPHTB serta meneruskannya kepada Kepala Kantor. Dalam hal Kepala Seksi Pelayanan tidak menyetujui konsep tersebut, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaikinya.
25. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani SKPKPB dan SPMK BPHTB. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menyetujui konsep tersebut, Pelaksana Seksi Pelayanan harus memperbaikinya.
26. SKPKPB dan SPMK BPHTB ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak) serta disampaikan pihakpihak terkait melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP). Penyampaian SPMK BPHTB kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara dilakukan langsung oleh Seksi Pelayanan.
27. Proses selesai

Surat pernyataan pindah WP diajukan ke KPP lama

1. Wajib Pajak mengajukan berkas permohonan pemindahan Wajib Pajak dengan menggunakan Formulir Permohonan Pendaftaran dan Perubahan Data Wajib Pajak beserta persyaratannya.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima Formulir Pendaftaran dan Perubahan Data Wajib Pajak kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya. Dalam hal berkas permohonan belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal berkas permohonan sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu akan mencetak BPS dan LPAD. BPS akan diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD akan digabungkan dengan berkas permohonan kemudian diteruskan kepada Penata Usaha Tempat Pelayanan Terpadu dan Penerbitan Produk Hukum.
3. Pelaksana Seksi Pelayanan merekam berkas permohonan Wajib Pajak.
4. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep Surat Pindah kemudian menyerahkannya kepada Kepala Seksi Pelayanan. Surat Pindah ini dicetak rangkap dua :
Lembar ke‐1 : untuk Wajib Pajak
Lembar ke‐2 : untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak
5. Kepala Seksi Pelayanan menandatangani Surat Pindah kemudian menyerahkannya kepada Pelaksana Seksi Pelayanan.
6. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima dokumen yang telah ditandatangani, memberi nomor, memberi stempel kantor, memisahkan dokumen untuk arsip dan dokumen yang akan diserahkan kepada Wajib Pajak.
7. Pelaksana Seksi Pelayanan mengarsipkan dan menyerahkan dokumen kepada Wajib Pajak melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
8. Proses selesai. Wajib Pajak akan menyerahkan Surat Pindah ke Kantor Pelayanan Pajak baru.
9. Proses selanjutnya akan dilakukan pada SOP Tata Cara Penyelesaian Pemindahan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Baru.
10. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima dan merekam faximili Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
11. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak konsep Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak kemudian menyerahkannyan kepada Kepala Seksi Pelayanan. Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dicetak dalam rangkap dua :
Lembar ke‐1 : untuk Wajib Pajak
Lembar ke‐2 : untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak
12. Kepala Seksi Pelayanan menandatangani Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
13. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima dokumen yang telah ditandatangani, memberi nomor, memberi stempel kantor, memisahkan dokumen untuk arsip dan dokumen yang akan diserahkan kepada Wajib Pajak.
14. Pelaksana Seksi Pelayanan mengarsipkan dan menyerahkan dokumen yang akan diserahkan ke Wajib Pajak melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP). Pelaksana Seksi Pelayanan juga akan mengirim berkas Wajib Pajak dan Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak baru melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
15. Proses selesai.
(Sumber: http://ahmadfauzzi.blogspot.com/ )

 


Tata Cara Penyelesaian Permohonan

Tata Cara Penyelesaian Permohonan 
Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan

1.      Wajib Pajak mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
2.       Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima surat permohonan kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak BPS dan LPAD. BPS diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan surat permohonan beserta kelengkapannya. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu kemudian merekam surat permohonan dan dilanjutkan dengan meneruskan surat permohonan beserta kelengkapannya ke Account Representative.
3.      Account Representative membuat dan menandatangani uraian penelitian permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh, kemudian meneruskan uraian penelitian permohonan tersebut kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
4.      Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti, menandatangani uraian penelitian permohonan, dan memberikan persetujuan (approve) atas penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh, kemudian meneruskan uraian penelitian permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Administrasi Perpajakan 33
5.      Kepala Kantor Pelayanan Pajak menelaah, menandatangani uraian penelitian permohonan, dan memberikan persetujuan (approve) atas penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh.
6.      Kepala Seksi Pelayanan menerima uraian penelitian permohonan dan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak dokumen hasil persetujuan.
7.      Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
Lembar ke‐1 : untuk Wajib Pajak;
Lembar ke‐2 : untuk Pemotong/Pemungut pajak;
Lembar ke‐3 : untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
8.      Pelaksana Seksi Pelayanan melakukan pencetakan konsep Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 22 atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, kemudian meneruskannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
9.      Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf dokumen hasil persetujuan, kemudian meneruskannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
10.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani dokumen hasil persetujuan.
11.  Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 22 atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, kemudian meneruskannya kepada Kepala Seksi Pelayanan ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan disampaikan kepada pihak‐pihak terkait melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
12.  Selesai.

Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 22

1.      Wajib Pajak mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
2.      Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima surat permohonan kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak BPS dan LPAD. BPS diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan surat permohonan beserta kelengkapannya. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu kemudian merekam surat permohonan dan dilanjutkan dengan meneruskan surat permohonan beserta kelengkapannya ke Account Representative.
Administrasi Perpajakan 31
3.      Account Representative membuat dan menandatangani Uraian Penelitian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh, kemudian menyampaikan uraian penelitian permohonan tersebut kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
4.      Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti, menandatangani Uraian Penelitian Permohonan, dan memberikan persetujuan (approve) penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh, kemudian menyampaikan uraian penelitian permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
5.      Kepala Kantor Pelayanan Pajak menelaah, menandatangani Uraian Penelitian Permohonan, dan memberikan persetujuan (approve) penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh.
6.      Kepala Seksi Pelayanan menerima uraian penelitian permohonan dan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak dokumen hasil persetujuan.
7.      Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
Lembar ke‐1 : untuk Wajib Pajak;
Lembar ke‐2 : untuk Pemotong/Pemungut pajak;
Lembar ke‐3 : untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
8.      Pelaksana Seksi Pelayanan melakukan pencetakan konsep Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Bendaharawan atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
9.      Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf dokumen hasil persetujuan, dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
10.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani dokumen hasil persetujuan. Administrasi Perpajakan 32
11.  Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Bendaharawan atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Bendaharawan ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan disampaikan kepada pihak‐pihak terkait melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
12.  Selesai

Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh 21

1.      Wajib Pajak mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak melalui Tempat Pelayanan Terpadu.
2.      Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima surat permohonan kemudian meneliti kelengkapan persyaratannya sesuai dengan ketentuan. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya belum lengkap, dihimbau kepada Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dalam hal surat permohonan beserta persyaratannya sudah lengkap, Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mencetak BPS dan LPAD. BPS diserahkan kepada Wajib Pajak sedangkan LPAD digabungkan dengan surat permohonan beserta kelengkapannya. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu kemudian merekam surat permohonan dan dilanjutkan dengan meneruskan surat permohonan beserta kelengkapannya ke Account Representative.
3.      Account Representative membuat dan menandatangani Uraian  Penelitian Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh, kemudian uraian penelitian permohonan tersebut kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
4.      Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi meneliti, menandatangani Uraian Penelitian Permohonan, dan memberikan persetujuan (approve) atas penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh, kemudian menyampaikan uraian penelitian permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
5.      Kepala Kantor Pelayanan Pajak menelaah, menandatangani Uraian Penelitian Permohonan, dan memberikan persetujuan (approve) atas penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan PPh.
6.      Kepala Seksi Pelayanan menerima uraian penelitian permohonan dan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk mencetak dokumen hasil persetujuan.
7.      Surat Keterangan Bebas (SKB) diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga), yaitu: 
Lembar ke‐1 : untuk Wajib Pajak;
Lembar ke‐2 : untuk Pemotong/Pemungut pajak;
Lembar ke‐3 : untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
8.      Pelaksana Seksi Pelayanan melakukan pencetakan konsep Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 21 atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan.
9.      Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf dokumen hasil  persetujuan, kemudian menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
10.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani dokumen hasil persetujuan.
11.  Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 21 atau Surat Penolakan Permohonan Surat Keterangan Bebas Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditatausahakan di Seksi Pelayanan (SOP Tata Cara Penatausahaan Dokumen Wajib Pajak) dan disampaikan kepada pihak‐pihak terkait melalui Subbagian Umum (SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP).
12.  Selesai.
(Sumber: http://ahmadfauzzi.blogspot.com/ )

Senin, 02 Juli 2012

KENAPA SAYA


Optimalisasi Penyuluhan Perpajakan



Sistem self assessment sebenarnya akan berjalan dengan efektif apabila didukung oleh kegiatan penyuluhan perpajakan. Penyuluhan memiliki peranan yang sangat fundamental karena penyuluhan perpajakan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD ’45 yaitu membangun suatu masyarakat khususnya masyarakat wajib pajak yang cerdas, jujur, patriotik dan benar-benar menyadari peranannya di dalam pembangunan bangsa dan negara. Untuk itu, penyuluhan secara optimal dibutuhkan dalam rangka menambah pengetahuan masyarakat.
Pemerintah memang telah melakukan beberapa penyuluhan perpajakan di kantor-kantor pelayanan perpajakan dan kantor penyuluhan perpajakan itu sendiri. Namun, pada prakteknya, penyuluhan yang telah dilakukan tersebut belum berjalan secara optimal. Hal ini terindikasi dari masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak yang tercermin dari beberapa fakta berikut.
1.      Jumlah wajib pajak terdaftar dibanding jumlah penduduk Republik Indonesia masih sangat sedikit.
2.      Kepatuhan wajib pajak terdaftar untuk melaksanakan kewajiban perpajakan masih sangat rendah.
3.      Tingginya upaya-upaya penghindaran pajak oleh masyarakat di hampir semua lapisan tanpa ada perbedaan pelaku baik yang menyangkut kapasitas intelektual, status sosial, maupun kemampuan ekonomi.
Penyuluhan melalui kantor-kantor pelayanan pajak sebenarnya masih belum bisa dibilang efektif. Penyuluhan perpajakan sebagai suatu sistem penyampaian informasi dan bimbingan perpajakan merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan sistem self assessment agar masyarakat tergugah dan sadar untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Proses penyuluhan perpajakan dalam jangka waktu panjang diharapkan dapat membuat wajib pajak sadar membayar pajak. Dengan proses sosialisasi yang optimal diharapkan akan membuat masyarakat sadar untuk membayar pajak, serta memiliki kepatuhan dan komitmen moral terhadap kewajiban perpajakannya. Masyarakat Indonesia harus diberi pengertian bahwa pajak yang dipungut dari mereka adalah demi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pajak yang dipungut tersebut akan sangat berguna untuk berbagai sektor, seperti sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Apalagi jika pemerintah dapat mengelola penerimaan pajak tersebut dengan tepat, efektif dan efisien sehingga terjadi pemerataan pembangunan di seluruh daerah Indonesia.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan penyuluhan pajak antara lain sebagai berikut.
·         Menyusun konsep, menyangkut program, sistem dan metode yang sistematis dan komprehensif.
·         Menginventarisir kembali kebutuhan sarana dan prasarana Kantor Penyuluhan Pajak yang bermanfaat bagi pelaksanaan tugas-tugas penyuluhan.
·         Mengkalkulasi kembali jumlah tenaga-tenaga penyuluh yang dibutuhkan untuk kepentingan sosialisasi ketentuan-ketentuan perpajakan jangka panjang.
·         Meningkatkan kualitas SDM di Kantor Penyuluhan Pajak dengan diklat penyuluh-penyuluh perpajakan (bukan penataran Kepala Kantor Penyuluhan Pajak) termasuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan sebagai Publik Relation.
·         Membangun rasa bangga sebagai tenaga penyuluh melalui seleksi dengan kriteria tertentu.
·         Membangun budaya ramah tamah di dalam kantor pelayanan dan penyuluhan pajak, baik bagi aparat pajak dari dirjen pajak maupun aparat pajak yang direkrut dari luar sebagai petugas perbantuan.
·         Membangun budaya yang baik dalam dirjen pajak dengan bimbingan moral kepada seluruh aparat pajak sehingga tidak ada lagi persepsi negatif terhadap aparat pajak dari masyarakat.
·         Fungsionalisasi Jabatan Penyuluh Pajak.
·         Merealisasikan ide memaksukkan pengetahuan perpajakan yang lebih intensif didalam kurikulum Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi.

Selain itu, penyuluhan pajak dapat dikatakan berjalan dengan optimal apabila dilakukan penyuluhan, tidak hanya di kantor pelayanan pajak dan kantor penyuluhan pajak saja, tetapi juga di perkantoran maupun tempat-tempat umum lainnya karena tidak semua masyarakat Indonesia mempunyai waktu lebih untuk datang ke kantor pelayanan maupun kantor penyuluhan pajak serta tidak semua pekerja di Indonesia mendapat pengetahuan perpajakan, terutama yang tidak pernah mengecap pendidikan.
Bila seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan penyuluhan perpajakan yang optimal, bukan tidak mungkin masyarakat Indonesia menjadi sadar, patuh, dan taat pajak. Dengan demikian, penerimaan pajak negara Indonesia dapat menjadi maksimal sehingga pembangunan Indonesia dapat berjalan dengan baik yang berimplikasi pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India